Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo menargetkan Indonesia bisa bebas dari COVID-19 pada 17 Agustus mendatang. Menurutnya, hal ini harus sejalan dengan kebijakan yang tepat serta kepatuhan masyarakat dalam mencegah penularan.
"Target kita adalah pada perayaan 17 Agustus yang akan datang, maka kita harus betul-betul terbebas dari COVID. Artinya, COVID betul-betul pada posisi yang dapat dikendalikan," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Dr Masdalina Pane dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), mengatakan Satgas Penanganan COVID-19 terburu-buru dalam menyikapi pandemi. Menurutnya, tidak sepatutnya target berakhirnya pandemi Corona di Indonesia dibuat dengan gegabah, karena perlu banyak persiapan dan perancangan yang matang.
"Untuk merencanakan tes, untuk merencanakan rumah sakit, tempat tidur, dan obat, itu saya setuju. Tapi, kalau untuk menyatakan bahwa akan berakhir Agustus entar dulu deh, ini baru turun seminggu, saya saja ngeri," ungkapnya saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.
Sementara itu Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menegaskan tidak mudah membuat virus Corona hilang dalam enam bulan. Menurutnya, penyakit seperti cacar yang sudah jelas penyakit dan vaksinnya butuh waktu 200 tahun untuk membasminya.
"Namun, sekali lagi, untuk membuat COVID-19 hilang dari bumi Indonesia dalam waktu 6 bulan, ya tidak mudah," kata Prof Zubairi, dikutip dari cuitannya di Twitter, atas izin yang bersangkutan.
"Padahal, penyakitnya jelas, vaksinnya juga jelas dan dianggap efektif. Namun, kalau bicara fakta ya tetap saja butuh waktu panjang," lanjut Prof Zubairi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga memilih bersikap realistis. Menurutnya, masih terlalu dini untuk menyimpulkan target Indonesia bebas Corona 17 Agustus benar-benar bisa tercapai. Terlebih, angka positivity rate Indonesia masih jauh dari target WHO yang sebesar 5 persen.
"Dan kemudian apakah kapan ini akan selesai? Dan kenapa positivity rate kita tinggi? Buat saya sekarang masih terlalu dini untuk saya memberikan kesimpulan," bebernya dalam konferensi pers Kemenkes Rabu (18/2/2021).
"Mengapa? Karena itu tadi, data positivity rate kita tinggi, tinggi abnormal, tinggi sekali, sehingga harus ada 3 hipotesa yang harus kita cek dan kita perbaiki," sebut Budi.
https://indomovie28.net/movies/meet-me-after-sunset/
Berisiko Tertular Tapi Hasil Tes Negatif COVID-19? Jangan Senang Dulu
Mudahnya mengakses berbagai jenis tes Corona membuat banyak orang berinisiatif memeriksakan diri ketika merasa berisiko tertular. Namun harus pula diantisipasi kemungkinan hasil yang tidak akurat.
Pemeriksaan COVID-19 berbagai macam. Dua yang cukup populer belakangan ini adalah Real Time PCR (RT-PCR) dengan akurasi dan sensitivitas lebih tinggi dan menjadi gold standar saat ini, dan Rapid Test Antigen yang hasilnya cepat namun tidak seakurat PCR.
Dokter spesialis mikrobiologi klinik dari Intibios Lab, dr Enty, SpMK, menjelaskan bahwa apa pun jenis tes yang dipilih, orang yang mengalami gejala namun mendapatkan hasil tes negatif tetap harus waspada. Pasalnya, selalu ada kemungkinan false negative akibat ketidakakuratan alat atau fase infeksi yang membuat virus tidak terdeteksi.
"Bisa saja kita sedang berada di fase awal atau akhir, jadi kita sakit tapi tidak sadar. Pas dicek, hasilnya negatif," ujar dr Enty saat ditemui detikcom di Jakarta, Kamis (18/12/2021).
"Itu biasanya diinterpretasinkan dokter dengan CT Value dan sebagainya. Tapi CT Value itu tidak serta merta jadi patokan bahwa kalo CT tinggi berarti sudah aman. Belum tentu, karena ada faktor klinis," jelasnya.
Real Time PCR disarankan untuk orang tanpa gejala, namun sempat bertemu pasien COVID-19 dalam 2 pekan terakhir. Sedangkan Rapid Test Antigen bisa digunakan oleh orang-orang dengan gejala.
Menurut dr Enty, orang yang terdeteksi negatif namun mengalami gejala pun wajib melakukan isolasi.
Yang dikhawatirkan, virus dalam tubuh belum banyak sehingga tidak terdeteksi oleh alat tes. Meski tidak bergejala, orang ini tetap bisa menularkan ke orang lain.
Jika seseorang mengalami gejala, baiknya periksakan diri dulu ke dokter. Jika diperlukan, akan diarahkan untuk melakukan tes PCR atau rapid test antigen.
"Kalau hasil tes negatif tapi ada gejala, jangan senang dulu. Harus dicek ulang," imbuh dr Enty.
Pada orang yang mengalami gejala namun hasil tes negatif, pemeriksaan ulang baiknya dilakukan 2 hari setelah sampel pertama keluar. Hal itu bertujuan melihat konsistensi hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar