Raksasa ride hailing Grab Holdings optimistis dalam menghadapi krisis ekonomi yang disebabkan pandemi COVID-19. Sebab perusahaan memiliki likuiditas yang cukup dalam menghadapi resesi ekonomi.
"Kami beruntung memiliki likuiditas yang cukup melewati semua ini baik itu resesi 12 bulan atau 36 bulan," kata CEO Grab Holding Anthony Tan, dikutip dari CNBC International, Minggu (19/4/2020).
Anthony mengatakan perusahaan memiliki model bisnis yang terdiversifikasi sehingga tidak hanya mengandalkan layanan transportasi. Diversifikasi bisnis ini meliputi pengiriman makanan dan bahan makanan, dengan begitu perusahaan mampu mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh pandemi ini.
Diungkapkannya, kondisi keuangan perusahaan secara keseluruhan dalam kondisi yang sehat. Selain itu, sebagian besar dari cost Grab adalah variabel dan ikut turun ketika permintaan menurun.
"Karena basis investor kami kuat, kami beruntung memiliki likuiditas yang cukup untuk melewati ini," katanya.
Di beberapa negara, kata Anthony, lini transportasi Grab mengalami penurunan presentasi gross merchandise value (GMV) hingga dua digit. GMV merupakan metrik yang biasanya dilacak oleh perusahaan internet untuk mengukur nilai total penjualan barang dan jasa yang dijual di sebuah platform.
Menurut Anthony, Grab telah menyesuaikan diri di tengah pandemi ini dengan meningkatkan bisnis nontransportasinya. Dengan begitu perusahaan bisa memenuhi lonjakan permintaan di layanan pengiriman dan memastikan mitra pengemudi masih memiliki pendapatan.
Selain itu, dia mengakui kenaikan di layanan pengiriman belum mengimbangi sepenuhnya lini transportasi yang terdampak.
"Kami tetap optimistis ke depannya, saya tahu bahwa transportasi adalah layanan esensial. Jadi kami mengantisipasi itu akan pulih kembali begitu orang-orang mulai pulang pergi lagi setelah lockdown," katanya.
Lebih lanjut Anthony menjelaskan COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 2 juta orang dan IMF telah memprediksi kondisi ekonomi akan mencapai titik terburuk. Kondisi ini juga telah mempengaruhi pendapatan para mitra Grab, terutama yang terkena infeksi virus ini. Superapps ini pun berinvestasi US$ 40 juta untuk menyalurkan bantuan di seluruh wilayah operasinya.
"Dengan begitu mereka bisa fokus pada pemulihan dan tidak perlu mengkhawatirkan mau makan apa," kata Anthony.
Produksi Banyak APD, Indonesia Ternyata Cuma Jadi 'Tukang Jahit'
Menteri BUMN Erick Thohir menjadikan health security sebagai salah satu program utama. Berbagai cara pun ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut, seperti membentuk sub holding farmasi hingga menyatukan rumah sakit pelat merah.
Bukan tanpa alasan, health security menjadi program utama Erick Thohir. Sebab, ketahanan dalam negeri masih lemah.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut, lebih dari 90% alat kesehatan dipenuhi dari impor. Demikian juga terjadi pada bahan baku obat.
"Kenapa sampai seperti itu, setelah melihat dan mengevaluasi farmasi kita ternyata alat kesehatan kita mencapai di atas 90% impor, kemudian bahan baku obat pun demikian di atas 90% adalah impor, demikian juga obat-obatan," katanya dalam diskusi online, Minggu (19/4/2020).
Belum lama Erick menyatukan industri farmasi dan rumah sakit BUMN, Indonesia dihantam oleh virus Corona. Virus Corona pun membuka mata Indonesia.
Arya bilang, untuk alat pelindung diri (APD) saja, Indonesia hanya bisa menjahit karena tak memiliki bahan baku.
"Ini adalah kondisi riil yang dilihat Pak Erick Thohir sehingga beliau melihat untuk mengamankan generasi-generasi muda ke depan perlu health security. Ternyata belum lama kita diuji oleh Corona, sub holding farmasi sudah terbentuk sebelum Corona, itu kan di-launching Pak Erick termasuk adalah menyatukan semua rumah sakit kita," paparnya.
"Masuklah Corona langsung diuji. Terbukti, kita bikin APD punya pabrik mampu menghasilkan 20 juta APD, tapi ternyata bahan baku nggak ada, jadi tempat kita hanya kayak tukang jahit. Misalnya Korea, atau kita lah bawa baju kain bahan datang ke tukang jahit, 'Eh ini bahan saya bikin baju saya, saya bayar kamu ya, ini yang terjadi," terang Arya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar