Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengaku sempat menahan informasi terkait pembelian bahan baku obat dari India. Sebab, saat ini tengah terjadi perang bahan baku obat.
Ia khawatir jika informasi terbuka ke publik terlebih dahulu, pembelian bahan baku obat itu 'dipotong' oleh pihak lain. Hal ini sebagaimana terjadi di negara lain.
"Karena perang rebutan bahan baku obat juga, tolong jangan beritakan, saya khawatir nanti ketika nanti diberitakan menyebar dunia kita belinya jangan-jangan dipotong di tengah jalan," katanya dalam sebuah diskusi online, Minggu (19/4/2020).
"Ingat lho kejadian ketika Swedia dan satu negara complain satu negara karena ada masker yang dibeli di tengah jalan, ini terjadi dan mereka bayarnya lebih mahal lagi. Saya khawatir kalau bocor, dibeli mereka, tahu nggak berapa banyak yang kita beli, hanya 150 kg" sambungnya.
Perang juga terjadi pada ventilator. Dia menyebut adanya mafia sehingga membuat harganya menjadi mahal.
"Kemudian ventilator, terbukti ternyata Indonesia nggak ada yang bikin ventilator. Akhirnya apa, perang ventilator, ya udah dapat juga, tapi harganya sudah gila-gilaan di dunia dan ini udah mafia dunia, bukan lagi lokal, mafia dunia," ungkapnya.
Saat dikonfirmasi apakah mafia dunia atau lokal, Arya mengatakan keduanya termasuk, alias campur-campur. Dia menjelaskan, pihaknya telah mengumpulkan perguruan tinggi hingga industri otomotif. Terbukti, mereka bisa membuat ventilator meski bukan untuk ICU.
Artinya, lanjut Arya, selama ini ada yang doyan untuk berdagang atau trading, tidak membangun industri dalam negeri.
"Lalu kita selama ini kita ngapain, kenapa impor, berarti kita selama ini ada trader, senang trading, di sinilah Pak Erick mengatakan ini pasti ada memaksa supaya trading terus bukan bikin produk. Ternyata terbukti bisa bikin ventilator," ujarnya.
Sri Mulyani Bebaskan Bea Masuk untuk Barang Keperluan Corona
Kementerian Keuangan memberikan relaksasi bea masuk atas semua impor barang untuk keperluan penanganan virus Corona (COVID-19). Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi virus Corona.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah memberikan kemudahan atas impor barang dalam penanganan virus Corona melalui skema pemberian fasilitas fiskal berdasarkan PMK 70 tahun 2012 dan PMK 171 tahun 2019. Namun kedua skema tersebut dinilai belum mampu menyelesaikan permasalahan di lapangan.
"Ada kegiatan impor barang untuk penanganan COVID-19 ini yang sebelumnya belum terfasilitasi. Seperti impor barang oleh swasta yang dipergunakan sendiri atau impor barang melalui perorangan (barang kiriman) maupun barang bawaan penumpang," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi dalam keterangan resmi yang dikutip detikcom, Minggu (19/4/2020).
Kementerian Keuangan akan menambah kemudahan bagi semua pihak untuk mendapatkan barang impor terkait keperluan COVID-19. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan barang di dalam negeri.
Adapun fasilitas yang diberikan yakni pembebasan bea masuk dan/atau cukai, tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 terhadap impor barang untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19, baik untuk komersial maupun non komersial.
"Terdapat 73 jenis barang yang diberikan fasilitas tersebut yang terlampir dalam PMK terbaru ini," ucapnya.
Pemasukan barang impor yang diberikan fasilitas yaitu barang kiriman asal luar negeri, barang melalui pusat logistik berikat (PLB), atau barang pengeluaran dari kawasan berikat/gudang berikat, kawasan bebas atau kawasan ekonomi khusus, dan perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Untuk mendapatkan fasilitas ini, harus melakukan permohonan secara elektronik melalui portal INSW maupun diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea Cukai tempat pemasukan barang. Kecuali untuk impor barang kiriman dan barang bawaan penumpang yang nilainya tidak melebihi FOB US$ 500 tidak perlu mengajukan permohonan, cukup diselesaikan dengan Consignment Note (CN) untuk barang kiriman atau Customs Declaration untuk barang bawaan penumpang dari luar negeri. Namun untuk barang kiriman, fasilitas diberikan setelah Penyelenggara Pos atau penerima barang menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam dokumen CN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar