Rusia baru saja melontarkan misil anti satelit dalam rangka uji coba. US Space Force, bagian dari militer Amerika Serikat, langsung mengungkap ketidaksenangan mereka lantaran hal itu dianggap sebagai ancaman aset AS di orbit Bumi.
Rusia menggelar tes sistem misil direct-ascent anti-satellite (DA-ASAT) yang didesain untuk menghancurkan satelit di orbit rendah Bumi. Sebelumnya, negara itu juga menguji dua satelit yang dicurigai AS sebagai senjata antariksa.
"Tes DA-ASAT oleh Rusia adalah contoh lain bahwa ancaman pada AS dan sistem antariksa sekutu adalah nyata, serius dan bertambah," cetus Jenderal John Raymond, komandan US Space Force yang dikutip detikINET dari Live Science.
"Amerika Serikat siap dan berkomitmen untuk menangkal agresi dan mempertahankan negara, sekutu kami serta kepentingan AS dari aksi permusuhan di luar angkasa," lanjutnya.
Ia menambahkan tindakan Rusia menunjukkan mereka tidak punya niat menghentikan program senjata antariksa. Padahal diperlukan kondisi aman dan stabil dalam melakukan kegiatan di antariksa oleh negara manapun.
US Space Force sendiri didirikan untuk melindungi sumber daya AS di antariksa. Pemerintahan Donald Trump rencananya akan mengalokasikan dana sampai USD 15,4 miliar untuk lembaga ini.
Satelit dan teknologi di orbit rendah Bumi memang peranannya menjadi semakin penting. Berbagai negara makin memanfaatkan teknologi antariksa untuk kepentingan keamanan nasionalnya.
Kata China Soal Isu Corona Bocor dari Laboratorium Wuhan
Virus corona bermula dari Wuhan dan di sana, kebetulan ada laboratorium untuk meneliti beragam virus mematikan. Maka cukup banyak spekulasi virus itu dibuat atau bocor dari laboratorium tersebut. Bagaimana tanggapan pemerintah China soal teori yang makin kencang beredar ini?
Apalagi presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan pihaknya tengah menginvestigasi apakah ada bukti COVID-19 berkaitan dengan laboratorium bernama Wuhan Institute of Virology tersebut.
Pihak China pun coba menepis semua spekulasi. Menurut mereka, tidak ada bukti yang mendukung COVID-19 dibuat di laboratorium Wuhan ataupun kemungkinan kedua, bocor dari sana.
"China percaya bahwa asal dari virus tersebut adalah masalah ilmiah yang harus ditangani dengan serius," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian.
"WHO mengatakan tidak ada bukti yang membuktikan bahwa itu (COVID-19) dibuat di lab. Dan banyak pakar medis terkemuka juga mengatakan jika klaim virus tersebut bocor dari lab tidak punya dasar ilmiah," tambahnya.
"China akan terus bekerja dengan negara-negara lain dan mendukung satu sama lain untuk mengendalikan pandemi," pungkasnya, dikutip detikINET dari South China Morning Post.
Pihak China mungkin merasa perlu memberi penjelasan di saat AS getol menyelidiki dari mana asal COVID-19. Dalam wawancara dengan Fox News, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menyatakan 'kami tahu virus ini berasal dari Wuhan, China' dan Institut Virologi hanya berjarak beberapa mil dari pasar 'basah' yang jadi lokasi penyebaran virus Corona.
"Kami benar-benar membutuhkan pemerintah China untuk membuka diri," ucapnya, sembari meminta China menjelaskan tepatnya bagaimana virus ini menyebar. "Pemerintah China perlu berterus terang,"
Di pihak lain, intelijen AS mengindikasikan COVID-19 kemungkinan berasal dari alam, tidak dibuat di laboratorium di China seperti disebut dalam berbagai teori konspirasi. Tapi tetap saja, intelijen belum bisa memastikannya.
Informasi itu disampaikan baru-baru ini oleh Jenderal Mark Milley dari militer AS yang menjabat Chairman of the Joint Chiefs of Staff. Ia membenarkan bahwa intelijen Negeri Paman Sam menyelidiki secara intensif dari mana virus corona bermula.
"Ada banyak rumor dan spekulasi di media, blog, dan lainnya. Seharusnya tidak mengagetkan Anda bahwa kami tertarik pada hal itu dan kami punya banyak intelijen mengamatinya dengan seksama," kata dia.
"Pada saat ini, memang belum konklusif meskipun bukti cenderung mengindikasikan (virus itu) natural. Tapi kami belum tahu secara pasti," imbuh dia.
Hantaman Corona Picu Gelombang PHK, Cek di Sini Datanya
Pandemi virus Corona (COVID-19) membuat semakin banyak buruh yang dirumahkan dan kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Totalnya jika digabungkan telah mencapai 1.943.916 orang dari 114.340 perusahaan.
Dikutip detikcom, Jumat (17/4/2020) dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), rinciannya adalah pekerja sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK ada 1.500.156 orang dari 83.546 perusahaan.
Kemudian ditambah dengan pekerja sektor informal yang ikut terdampak virus Corona sejumlah 443.760 orang dari 30.794 perusahaan. Data di atas adalah angka yang sudah dihimpun per Kamis, 16 April pukul 22.00 WIB.
Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengakui, ekonomi Indonesia yang terdampak COVID-19 bisa menambah jumlah pengangguran baru di Indonesia. Dia memperkirakan skenario paling buruk ada tambahan 5,2 juta orang pengangguran baru di Indonesia.
"Dalam skenario berat kita perkirakan akan ada kenaikan 2,9 juta orang pengangguran baru dan skenario lebih berat bisa sampai 5,2 juta orang," tuturnya usai mengikuti Sidang Paripurna virtual, Selasa (14/4/2020).
Bertambahnya jumlah pengangguran baru itu tercermin dalam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dalam skenario indikator utama ekonomi makro tahun ini dalam prediksi berat hanya tumbuh 2,35% tahun ini. Tapi dalam skenario sangat berat ekonomi Indonesia 2020 bisa negatif -0,4%.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta pengusaha merekrut lagi pekerja yang kena PHK. Klik halaman selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar