Maskapai di Indonesia menanggung kerugian besar akibat wabah virus Corona. Asosiasi maskapai pun berharap Pemerintah RI bisa lebih cepat mengatasi wabah ini.
Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Denon Prawiraatmadja, yang membawahi 31 maskapai di Indonesia, mengungkapkan menyebut sepanjang pandemi virus Corona maskapai sudah rugi besar. Yakni, mencapai Rp 1 triliun untuk market internasional dan juga Rp 1,2 triliun untuk market domestik.
"Kami sangat bergantung dengan kebijakan pemerintah. Biaya-biaya yang timbul akibat pesawat yang tidak beroperasi, biaya parkir pesawat, kemudian karyawan maskapai yang jumlahnya puluhan ribu. Walaupun belum ada PHK, tapi mereka sudah dirumahkan atau mengambil unpaid leave. Kami sangat berharap bisa merestrukturisasi biaya-biaya ini karena kondisi kami tanpa ada revenue," kata Denon dalam diskusi online Industry Roundtable Markplus, Jumat (24/4/2020).
Denon mengungkapkan penurunan jumlah penumpang sudah mulai terasa sejak awal tahun 2020. Kemudian, diperparah dengan wisatawan domestik yang juga mengalami penurunan.
"Kalau boleh saya ulas sedikit, menurunnya market internasional sudah mulai saat rute ke China dan Arab Saudi dihentikan. Market domestik juga decline yang sangat tajam. Maret kami harapkan dari domestik ternyata declined juga, virus masuk, orang nggak mau naik pesawat," Denon menjelaskan.
Dia pun berharap agar pemerintah lebih cepat dalam menangani wabah virus Corona agar situasi kembali normal seperti sedia kala.
"Kami berharap, semoga virus Corona bisa cepat diatasi dan aktivitas maskapai bisa kembali seperti tahun-tahun sebelumnya," ujar Denon.
Ramadhan di Palestina: Tak Ada Tarawih di Masjid Al Aqsa, Pasar Sepi Pembeli
Lentera dan lampu-lampu biasanya akan tergantung di rumah-rumah sepanjang Gaza, Tepi Barat, hingga Yerusalem saat Ramadhan. Tetapi, tidak tahun ini dengan pembatasan karena virus Corona dan ekonomi yang memburuk.
Bulan suci Ramadhan dimulai hari Jumat (24/4/2020). Seperti di negara lain, warga Palestina tahun ini menyambut Ramadhan dengan kesunyian, tidak ada taraweh dan doa bersama. Buka bersama juga sulit untuk diwujudkan.
Pembatasan ini itu untuk meredam penyebaran virus Corona berdampak kepada ekonomi. Ya, keputusan pemerintah Palestina untuk menutup sekolah, melarang resepsi pernikahan, restoran, dan masjid berimbas munculnya puluhan ribu pengangguran.
Dengan dua kematian dan 335 kasus yang terinfeksi virus Corona, berbagai peraturan diterapkan oleh Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina di Tepi Barat dan oleh Israel di Yerusalem Timur. Termasuk, menutup Masjid Al Aqsa.
"Tidak ada jamaah, tidak ada orang, dan penutupan Masjid Al-Aqsa memiliki pengaruh besar pada orang-orang Palestina dan pada orang-orang Yerusalem pada khususnya," kata Ammar Bakir, seorang warga Yerusalem seperti dikutip Reuters.
Biasanya, masjid itu dipenuhi puluhan ribu jamaah saat bulan Ramadhan. Tapi, virus Corona membuat hanya ada azan dari masjid itu, sedangkan salat wajib dan Tarawih dilaksanakan di rumah masing-masing.
"Keputusan seperti itu adalah yang pertama dalam 1.400 tahun, itu sulit, dan menyakitkan hati kami," kata Sheikh Omar Al-Kiswani, direktur Masjid Al-Aqsa.
Tak hanya masjid yang sepi, tempat belanja juga tak bergairah. Pelanggan emang masih ada yang ke pasar dan toko-toko untuk membeli kurma, keju, acar, kacang, dan makanan ringan yang biasa dinikmati saat Ramadhan.
Tetapi dengan keluarga yang memilih untuk menghemat uang karena wabah, jumlah yang berbelanja pun menurun. Selain itu, warga juga memilih untuk di rumah saja mewaspadai penularan virus Corona.
"Orang akan sangat berhati-hati untuk mengunjungi satu sama lain karena krisis coronavirus," kata pemilik restoran Anas Qaterji.
"Orang-orang datang ke pasar untuk membuang waktu, mereka menghibur diri mereka sendiri setelah kafe-kafe tutup. Tidak ada yang belanja," kata Sameh Abu Shaban, 57, pemilik toko kurma dan permen.
Di Tepi Barat, Palestina masih menerapkan keadaan darurat kendati lockdown telah dilonggarkan untuk memungkinkan beberapa bisnis berjalan.
"Ini adalah Ramadhan yang menyedihkan," kata Maher al-Kurdi, pemilik supermarket di Hebron.
"Biasanya toko akan ramai dengan banyak orang. Tapi, masjid ditutup, yang akan merusak cita rasa Ramadhan," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar