Jumat, 15 Mei 2020

COVID-19 Tanda Bumi Butuh Percepatan Peradaban Digital

MÃ¥rten Mickos CEO perusahaan cyber security HackerOne yang berpusat di San Francisco menyebutkan pandemi COVID-19 mungkin adalah tanda atau peringatan yang diberikan Planet Bumi agar manusia mempercepat peradaban digital.

Mengutip percakapan Mickos dengan GeekWire, ia mengatakan masa depan akan sangat digital dan tidak dapat terhindarkan.

"Dan sekarang COVID menjadi peringatan atau instruksi planet supaya kita menuju ke sana (era digitalisasi). Sangat penting bahwa kita mencari cara untuk berinteraksi dengan masyarakat kita sehingga kita dapat memiliki hubungan yang baik seperti ini tanpa bertemu langsung, dapat menjalankan bisnis tanpa harus terbang, bermain game dan menghibur dan berteman dengan satu sama lain tanpa saling menyentuh secara fisik," ujarnya.

Mickos menuturkan bahwa perusahaannya telah membuat software yang mana kini makin diperluas segmentasinya mulai urusan jurnalisme, politik, sampai penelitian. Ia pun menyorot adanya kemajuan di masa sekarang di mana para ilmuwan bisa saling berbagi informasi -- yang mana bisa berguna untuk meneliti COVID-19 lebih jauh.

Ia juga menyebutkan banyak kolaborasi yang dilakukan untuk penelitian antara lain yang dilakukan para ilmuwan di Seattle, San Francisco, Helsinki, Stockholm, Copenhagen, dan Oslo.

"Ini merupakan peer review, ini sebuah cara berbagi informasi. Jadi itulah sebabnya saya memiliki keyakinan kita akan segera mendapatkan berbagai obat atau pengobatan untuk COVID-19, karena mereka berbagi dengan cepat dan belajar dari satu sama lain," tutupnya.

Unpad- ITB Kembangkan Rapid Test 2.0, Mampu Deteksi Corona Lebih Dini

 Kelompok Ilmuwan dari Universitas Padjadjaran (Unpad), bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan dua alat tes pendeteksi COVID-19, selain PCR dan Rapid Diagnostic Test (RDT). Produk karya anak bangsa ini, diklaim efektif melakukan deteksi dini karena sistem pelacakan antigen.
Ketua Tim Riset Diagnostic COVID-19 Unpad Muhammad Yusuf menjelaskan, alat yang yang pertama dinamai Deteksi CePAD (deteksi cepat, praktis dan andal) atau rapid tes 2.0. Alat ini bisa lebih cepat mendeteksi virus, karena tidak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terinfeksi patogen.

"Karena tubuh itu saat dia terinfeksi patogen, tubuh butuh waktu untuk membentuk antibodi, Rapid tes itu yang banyak itu untuk deteksi antibodi, itu kan tubuhnya belum membentuk spesifiknya, meskipun dia ada gejala belum tentu dia positif, karena antibodi belum terbentuk," ujar Yusuf saat ditemui di FMIPA Unpad, Kamis (14/5/2020).

Menurutnya proses pembentukan antibodi bisa memakan waktu berminggu-minggu. Lain halnya dengan deteksi melalui antigen yang bisa lebih cepat melakukan deteksi dini.

"Saat orang mulai terinfeksi, muncul gejala, dia bisa langsung disampling dengan diambil swabnya, nanti saat ada garis merah di situ, nanti ada virusnya, dia tidak harus menunggu antibodinya terbentuk," paparnya.

Cara kerjanya, sampel swab dari terperiksa tinggal dibubuhkan di permukaan alat rapid tes 2.0 ini. Hasilnya akan keluar dalam rentang waktu 10 - 15 menit. Unpad pun telah berkolaborasi dengan TMC dan Pakar Biomedika Indonesia dalam penyempurnaan dan produksinya.

Alat berikutnya, adalah Surface Plasmon Resonance (SPR) yang dibuat lewat kerjasama Unpad, ITB dan BPPT. Alat yang berbentuk seukuran aki sepeda motor ini, berfungsi sebagai detektor portbel COVID-19 yang bisa ringkas. Alat ini bisa memeriksa hingga 8 sampel sekaligus dengan cepat.

"Seperti detektor, jadi dia sebetulnya dalam alat SPR itu ada plat, dia nanti kita kasih senyawa yang bisa bereaksi terhadap COVID-19. Kalau di situ ada virus, ada ikatan si antibodi dengan virusnya akan merubah sudut pembacaan, sehingga akan menunjukkan sinyal yang berbeda," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar