Kamis, 28 Mei 2020

WHO Minta Klorokuin untuk Corona Disetop, BUMN: Kami Ikut Kemenkes

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mendesak Indonesia untuk menyetop penggunaan klorokuin sebagai obat Corona. Sebelumnya, WHO sendiri diketahui tak melanjutkan uji klinis obat malaria ini untuk pengobatan pasien Corona.
Menanggapi itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya SInulingga mengatakan, akan mengikuti keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Kami ikut apa kata Kemenkes, karena Kemenkes yang menentukan obat mana bisa dipakai, obat mana tidak tidak boleh dipakai," katanya dalam teleconference, Rabu (27/5/2020).

Dia menuturkan, kementerian akan mengikuti keputusan Kemenkes. Bahkan, ketika Kemenkes melarang pemakaian obat tersebut.

"Kalau Kemenkes minta ditarik, kita tarik," ujarnya.

Dikutip dari Reuters, desakan ini disampaikan untuk menunda pengobatan obat malaria karena masalah keamanan, jelas sumber yang tidak disebut namanya, Selasa (27/5/2020).

Indonesia, negara terpadat keempat di dunia diketahui menggunakan obat ini untuk mengobati semua pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga berat. Bahkan Indonesia telah meningkatkan produksinya sejak Maret lalu.

Sumber anonim ini mengatakan WHO sebetulnya telah mengirim pemberitahuan kepada Kementerian Kesehatan Indonesia untuk menunda pengobatan memakai obat klorokuin.

Erlina Burhan, seorang dokter yang membantu menyusun pedoman pengobatan virus Corona dan anggota dari Asosiasi Pulmonolog Indonesia, mengkonfirmasi bahwa asosiasi tersebut juga telah menerima saran baru dari WHO untuk menangguhkan penggunaan obat-obatan.

"Kami membahas masalah dan masih ada beberapa perselisihan. Kami belum memiliki kesimpulan," kata dr Burhan kepada Reuters.

New Normal Sanggup Bikin Ekonomi Pulih?

Indonesia bersiap menghadapi era normal yang baru atau new normal pada kondisi pandemi virus Corona (COVID-19). Hal tersebut diharapkan akan kembali menggerakkan kegiatan perekonomian yang laju pertumbuhannya sempat terpuruk di kuartal I-2020, yaitu hanya 2,97% berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, rencana new normal ibarat dua mata uang, dia bisa memberi dampak positif maupun negatif tergantung kesiapan Indonesia.

"Jadi potensinya betul dia akan menggerakkan kembali aktivitas ekonomi. Tetapi ada risiko juga yang mengikutinya. Nah risikonya itu adalah yang tadi saya sebutkan, ada yang potensi kasus baru. Jika (new normal) tidak dijalankan secara hati-hati, dia akan menambah korban," kata dia saat dihubungi detikcom, Selasa (26/5/2020).

Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad membenarkan jika era new normal memang bisa mendorong perekonomian namun sangat lambat. Hal itu karena aktivitas bisnis seperti mal sangat dibatasi di era ini.

"Bisa berpengaruh tapi lambat karena new normal tanda kutip harus kompromi kan. Perlakuannya kompromi, tidak full capacity. Jadi kalau diproduksi katakanlah 100% bekerja, dia hanya separuh otomatis jalannya lebih lambat. Mal biasa penuh sekarang harus separuhnya otomatis tumbuhnya separuh dari perkiraan, nggak akan bisa kembali," kata Tauhid kepada detikcom, Selasa (26/5/2020).

Tapi tak semua protokol kesehatan di era new normal yang dikeluarkan Kemenkes tersebut bisa dijalankan oleh para pelaku usaha. Sebab masing-masing sektor usaha memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Salah satunya terkait meniadakan shift 3 atau shift malam.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani ada beberapa sektor usaha yang justru masih membutuhkan adanya pekerja shift malam. Sehingga untuk menerapkan skenario new normal yang satu itu tentunya menjadi kendala tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar