Jumat, 22 Mei 2020

Hong Kong Bikin Alat 'Peramal' Penyakit dan Tes Swab Kilat

Dua perusahaan bioteknologi Hong Kong melakukan inovasi keren untuk melawan COVID-19. Mereka membuat alat yang bisa meramal penyakit dan tes swab 15 menit.

Diberitakan South China Morning Post, dilihat Kamis (21/5/2020) di Hong Kong ada perusahaan Sanwa BioTech's. Baru-baru ini mereka meluncurkan alat tes swab yang selesai dalam 15 menit dan hasilnya akurat.

"Kompetitor kamu butuh waktu 30 menit untuk tes swab," kata CEO Sanwa, Kelvin Chiu.

Hal ini tentu sudah lebih cepat dari rata-rata tes swab virus Corona di dunia yang bisa makan waktu setengah hari atau lebih. Inovasi ini tentu kabar baik untuk tenaga medis yang menghadapi pasien dalam jumlah banyak.

Alat ini dinamakan ALiA atau Array Based LED induced fluorescence Immunoassay. Ukurannya sebesar rice cooker dengan berat alat cuma 5 kg. Cara kerjanya adalah dengan menganalisa sampel droplet tes swab hidung atau darah yang ditaruh pada chip kecil.

Sekali uji bisa sampai 5 panel sekaligus untuk deteksi aneka penyakit berbeda. Analisa akan selesai dalam 15 menit. ALia sedang diuji di RS Prince of Wales Hong Kong. Kalau layak medis, dia akan siap digunakan tenaga medis dalam 3 bulan mendatang.

Satu lagi adalah Govita Tech. Mereka membuat alat pemindai biomarker. Alat ini akan memindai molekul, gen, dan karakter lain untuk 'meramalkan' potensi penyakit pada seseorang.

CEO Govita Tech, Vince Gao mengatakan pihaknya bertujuan mengembangkan teknologi yang menyusun road map kesehatan pada individu pasien. Dengan begitu, seseorang bisa uji dini dan mencegah penyakit sebelum terjadi termasuk COVID-19.

"Dengan kombinasi genetik atau genotip dengan fenotip, kita bisa menggunakan semua informasi itu untuk mendapatkan program kesehatan yang cocok untuk seseorang," kata Gao.

Teknologinya akan melibatkan Artificial Intelligence untuk menganalisa 300 biomarker terkait imunitas, kondisi mental, kesehatan kardiovaskular, komposisi tubuh, hormon dan potensi kanker. Teknologi ini sudah dipakai di beberapa klinik di Hong Kong sebagai upaya pencegahan penyakit pada pasien.

Alasan Ilmiah Meeting Zoom Bikin Kamu Lelah

Sebagian besar dari kita mulai terbiasa work from home (WFH) alias bekerja dari rumah di tengah situasi pandemi COVID-19. Rapat online lewat aplikasi video conference pun sekarang biasa dilakukan.
Namun belakangan, banyak orang merasa capek meeting online. Kehidupan normal baru ini membuat kalender dipenuhi jadwal meeting Zoom dan aplikasi video conference lainnya.

Maraton meeting Zoom bisa dilakukan dari rumah karena tuntutan pekerjaan dan membuat kita kelelahan. Bahkan penelusuran mesin pencarian Google pun memuat fenomena ini.

Kenapa meeting Zoom bisa sangat melelahkan? Ini beberapa alasannya seperti dikutip detikINET dari Forbes.

1. Adaptasi komunikasi tatap muka virtual

Situasi pandemi sudah cukup bikin kita stres, dan kita dipaksa beradaptasi agar terbiasa berkomunikasi tatap muka secara virtual.

Profesor Gianpiero Petriglieri dari INSEAD yang merupakan ahli mengamati perilaku kepemimpinan di tempat kerja menjelaskan, video call memerlukan lebih banyak fokus dibandingkan pembicaraan tatap muka secara langsung.

"Melakukan video chat artinya kita bekerja lebih keras memproses isyarat non-verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh. Hal ini mengkonsumsi lebih banyak energi," ujarnya.

"Pikiran kita merasa bersama, sedangkan tubuh kita tidak. Disonansi itu, menyebabkan orang punya perasaan yang saling bertentangan, dan itu melelahkan. Kita tidak dapat bersantai dalam percakapan secara alami," sambungnya.

Dijelaskan Gianpiero, dalam pertemuan secara langsung, kita terbantu dalam membaca situasi ruangan, kemudian menyesuaikan perilaku kita sendiri.

Jadi bisa dibayangkan otak kita bekerja keras mencoba mencari tahu situasi ruang virtual sambil berusaha berkomunikasi dengan normal pada lawan bicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar