Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI akan dilanjutkan hingga 4 Juni mendatang. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut PSBB ini bisa menjadi kebijakan pembatasan terakhir yang akan diterapkan.
"Ini merupakan perpanjangan kedua PSBB. Usai ini, dimungkinkan tak akan ada PSBB lanjutan," ujar Anies dalam siaran Facebook Pemprov DKI Jakarta, Selasa (19/5/2020).
Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof dr Ascobat Gani, MPH, DrPH, mengatakan kebijakan pelonggaran PSBB bisa memperparah lonjakan kasus positif yang ada, khususnya di DKI Jakarta. Menurutnya, hingga saat ini Indonesia belum mencapai puncak dari peningkatan pandemi Corona.
"Perkiraan saya akan melampaui Juni, malah ada ahli bilang Oktober. Jadi kalau pak Anies katakan Juni yang terakhir, mudah-mudahan nanti kita lihat. Kalau statistik naik terus, ga tau nih puncaknya dimana. Iya nggak bisa, satu-satunya tuh adalah social distancing, physical distancing," ujar Prof Ascobat saat dihubungi detikcom, Selasa (19/5/2020).
Prof Ascobat kemudian menilai kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkait PSBB ini dinilai tidak konsisten. Banyak pejabat yang mempunyai suaranya masing-masing.
"Saya sebenarnya mempertanyakan, pemerintah ini maunya apa sih? Tidak konsisten, yang tegas saja kenapa sih. Kita sakit-sakit dulu, lockdown dan sediakan bantuan sosial," kata Prof Ascobat.
"Kemudian masalah penyalurannya ini (bantuan sosial) kacau balau, susah juga gitu ya," lanjutnya.
PSBB ini menurut prof Ascobat satu-satunya cara agar menekan angka persebaran virus Corona. Terlebih virus ini penyebarannya melalui orang ke orang. Jadi ia mengimbau pemerintah untuk terus memperpanjang PSBB ini hingga ditemukan vaksin maupun obat virus Corona.
Benarkah 'Antivirus' Eucalyptus Buatan Kementan Bisa Bunuh Corona?
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim temukan formula tangkal Corona dari tanaman eucalyptus. Formula yang disebut berpotensi sebagai antivirus Corona itu pun telah dipatenkan ke dalam tiga bentuk produk penangkal COVID-19 yaitu inhaler, diffuser oil, hingga kalung antiCorona.
"Kesimpulan kami bisa (membunuh COVID-19), karena bahan aktif yang dimiliki eucalyptus dan target bisa membunuh Mpro (enzim dalam virus Corona). Nah itu kandungan Mpro berlaku pada COVID-19," kata Fadjry, Senin (18/5/2020).
Meski begitu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Profesor Amin Soebandrio, menyebut antivirus berbahan dasar eucalyptus ini lebih tepat disebut sebagai terapi herbal. Klaim yang kemudian muncul bisa 'membunuh virus' harus diuji dengan virus yang spesifik.
"Kalau toh dia punya misalnya dia pernah mencoba itu sebagai antivirus, misalnya digunakan untuk virus apa? Tapi yang saya yakin itu bukan virus Corona (COVID-19), karena yang mempunyai isolat virus SARS-COV-2 hingga saat ini di Indonesia belum ada," tegas Prof Amin saat dihubungi detikcom Selasa (19/5/2020).
Selain itu, efek dari eucalyptus yang diklaim antivirus Corona pun belum terlihat. Prof Amin menilai kemungkinan besar manfaat dari eucalyptus lebih kepada meningkatkan kekebalan atau sistem imunitas tubuh.
"Karena kita belum tahu efek sebenarnya, kita tidak bisa menyatakan ini bisa mengatasi pandemi dan sebagainya. Mungkin untuk meningkatkan kekebalan bisa," kata Prof Amin.
"Karena sekarang banyak bahan-bahan alam yang dipakai untuk meningkatkan kesehatan, meningkatkan daya tahan itu sih sah-sah saja. Tapi tidak spesifik membunuh virus," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar