Jepang sedang berseri karena bunga-bunga sakura bermekaran. Namun jalanan yang biasanya dipenuhi pelancong yang ingin melihat cantiknya sakura kini menjadi lengang.
Ya ini gara-gara efek pandemi Corona dirasakan oleh seluruh dunia. Wisata Jepang yang selalu padat kini sepi dan senyap. Jumlah kasus Corona di Jepang pun meningkat. Kini sudah ada 3.654 kasus yang dikonformasi oleh Jepang.
Wisata di kota-kota utama Jepang pun terkena dampaknya. Kyoto dulu sempat muak dengan wisatawan. Warga lokal lelah dengan turis-turis yang bertingkah dan tidak sopan. Bahkan Kyoto membuat aturan ketat mengenai izin foto di beberapa area. Para geisha sering jadi incaran foto tanpa izin.
Kini karena Corona, semua terasa begitu sepi. Warga pun diimbau untuk tetap tinggal di rumah demi pencegahan penyebaran virus.
Sebuah toko suvenir milik Tadayuki Takiguchi di Nara, menjadi satu-satunya yang buka. Tempat ini biasanya ramai oleh turis yang mau memberi makan hewan liar seperti rusa.
"Kadang-kadang, saya tidak melihat siapa pun di jalan. Saya belum pernah melihat yang seperti ini," ujar Takiguchi.
Jelas. Wisatawan Tiongkok dan Korea Selatan hilang dari daftar Jepang. Turis Eropa dan Amerika Serikat mulai mengikuti belakangan. Bisnis wisata jelas hancur. Namun selalu ada sisi positif yang diambil oleh warga Jepang. Tempat yang terus-terusan ramai dengan turis kini bisa beristirahat sejenak dan tampak begitu mempesona.
"Saya merasa atmosfir wabi-sabi Kyoto telah kembali," ujar pemandu wisata lokal, Takakazu Machi.
Machi yang kini tak bisa mendapatkan upah, mencoba keberuntungannya dengan menjadi sopir taksi.
Wabi-sabi adalah filosofi Jepang yang merujuk pada kesempurnaan dari kesederhanaan. Kyoto yang kini sepi justru terlihat lebih hidup.
"Dulu turis meluap, tapi sekarang ini (Kyoto) nampak sejati," ujar Nakamura, seorang seniman Jepang.
Efek Corona di Bali Lebih Parah dari Bom Bali
Bali yang dulu sesak oleh turis, kini senyap karena pandemi Corona. Tak ada wisata, warga pun tak bisa bekerja.
Indonesia mulai menutup diri dari wisatawan asing untuk sementara waktu karena pandemi Corona. Bali yang hidup dari wisata pun mulai tercekik.
Jalan-jalan Bali sepi. Pada 1 April lalu, hanya ada empat penerbangan internasional yang tiba di Bandara Ngurah Rai. Perjalanan hanya boleh dilakukan oleh diplomat, residen dan yang berkepentingan saja. Jelas sudah, 95 penurunan wisata dialami oleh Bali.
"Delapan puluh persen orang di Bali mengandalkan pariwisata baik secara langsung maupun tidak," ujar Kepala cabang ASITA Bali I Ketut Ardana, seperti dikutip dari ABC News, Senin (6/4/2020).
Ketut juga menambahkan bahwa hampir semua turus telah meninggalkan Bali. Mereka yang masih terjebak berharap untuk segera pulang. Tak ada turis, artinya para pemandu sepi job. Ada sekitar 7.000 pemandu wisata di Bali. Mereka kini kerja serabutan untuk menyambung hidup.
"Secara ekonomi, ini lebih buruk dibandingkan dengan Bom Bali dan erupsi Gunung Agung di masa lalu," ujar Mangku Nyoman Kandia, seorang pemandu wisata sejak tahun 1984.
Hotel, villa dan restoran tutup semua. Warga yang bekerja di sektor tersebut kini juga kerja serabutan. Mereka masih bisa menyambung hidup karena masih ada sumbangan yang diberikan.
Sam Huang, seorang profesor pemasaran pariwisata di Universitas Edith Cowan, mengatakan bahwa industri pariwisata belum pernah seperti ini. Keadaan ini nampak makin parah di Bali.
"Bisnis pariwisata saat ini sangat kesulitan karena adanya penutupan perbatasan nasional dan karantina untuk mencegah penyebaran virus Corona. Biaya finansial akan sangat besar," tutup Huang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar