Gejala umum COVID-19 bisa saja tidak muncul pada lansia dan orang dengan komorbid yang terpapar virus Corona. Mereka justru mengalami gejala lain yang cenderung sulit diprediksi sebagai tanda-tanda COVID-19.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono mengungkapkan, gejala batuk, sesak napas, dan kehilangan indera penciuman yang menjadi gejala umum COVID-19, sering kali tidak ditemukan pada lansia dan orang berkomorbid. Oleh sebab itu, menurut dr. Soejono, dua kategori tersebut mesti mendapatkan perhatian yang lebih serius.
"Lansia dan komorbid ini perlu perhatian khusus, lebih ketat monitoringnya karena gejalanya khas sekali," ujar dr. Soejono dikutip dari situs covid19.go.id, Jumat (16/10/2020).
Ia memaparkan, alih-alih menunjukkan gejala umum COVID-19, beberapa pasien lansia dan orang berkomorbid mengalami gejala lain, seperti kehilangan nafsu makan, terjadi perubahan perilaku, hingga kehilangan kesadaran. Menurut dr. Soejono, penyakit bawaan lansia atau orang berkomorbid akan semakin memperparah gejala yang dialami.
Kepala Staf Medik Fungsional Pulmonologi Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Jakarta, dr. Adria Rusli, Sp.P (K) menambahkan, perhatian keluarga sangat dibutuhkan demi mengantisipasi paparan COVID-19 pada lansia dan orang berkomorbid. Mereka harus ditempatkan di lingkungan yang bersih, mengonsumsi makanan sehat, dan istirahat yang cukup.
"Kalau sudah kena berat sekali dan tinggi angka kematiannya," timpal dr. Adria.
Ia berpesan, anggota keluarga maupun pengasuh lansia atau orang berkomorbid mesti patuh terhadap protokol kesehatan. Makanan yang dipesan dari luar pun mesti dipastikan kebersihannya, agar tak menimbulkan risiko penularan virus Corona.
Demi melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitar, terutama lansia dan orang berkomorbid, yuk selalu #IngatPesanIbu untuk menerapkan 3M, menggunakan masker, mencuci tangan di air mengalir, dan menjaga jarak. Hal itu sesuai dengan yang selalu dikampanyekan Satgas COVID-19 untuk menekan penyebaran virus Corona.
https://kamumovie28.com/high-rise-2016/
Corona Kembali Mengganas, 9 Negara Eropa Catat Rekor Kasus COVID-19
Setidaknya ada sembilan negara Eropa yang mencatat rekor infeksi COVID-19. Adalah Belanda, Kroasia, Republik Ceko, Jerman, Italia, Polandia, Slovakia, Slovenia, dan Swiss.
Daily Star melaporkan korban tewas Corona setiap harinya di Italia naik dua kali lipat dari hari-hari sebelumnya. Italia mencatat 83 kematian akibat COVID-19 pada Kamis, naik dari 43 kasus pada Rabu.
Namun, angka penambahan kematian COVID-19 di Italia terbilang masih sedikit dibandingkan gelombang pertama. Kala itu, penambahan kematian bisa mencapai 900 kasus per hari.
Namun, hal ini memicu kekhawatiran menghadapi gelombang kedua COVID-19. Sebab, banyak negara Eropa bagian timur kembali mencatat lonjakan kasus COVID-19 usai sebelumnya 'berhasil' bebas dari Corona.
Rekor kasus COVID-19 di 9 negara Eropa termasuk Jerman
Seperti Jerman, mencatat rekor 6.638 kasus COVID-19 pada Kamis, serta 33 kematian baru. Penambahan kasus ini tiga kali lipat dari angka yang dilaporkan pekan lalu.
Sementara Prancis telah melaporkan rata-rata lebih dari 100 kematian per hari di minggu ini, Inggris mencatat rata-rata 110 kasus COVID-19 per hari, dan Spanyol 160 kasus COVID-19.
Minggu ini Belanda menutup bar dan restoran, sedangkan Republik Ceko menutup sekolah. Pada hari Rabu, Kementerian Kesehatan Ceko mengkonfirmasi lebih dari 9.500 kasus COVID-19 baru, lebih dari 900 lebih tinggi dari rekor sebelumnya.
Polandia mencatat rekor hampir 9.000 kasus baru COVID-19 pada Kamis usai penggunaan masker akhirnya diwajibkan di luar ruangan pada hari Sabtu. Batasan ketat juga mulai diberlakukan.
Portugal juga kembali membatasi pertemuan sosial, menjadi maksimal lima orang, sementara masker masih menjadi barang wajib, dan ada denda bagi mereka yang melanggar aturan.
Bahkan Swedia, yang telah dipuji oleh beberapa orang karena strategi 'herd immunity' yang dinilai berhasil kini telah meningkatkan pembatasan ketat.
"Terlalu banyak yang tidak mengikuti aturan. Jika tidak ada koreksi di sini, kita harus mengambil tindakan yang lebih tegas," ujar Perdana Menteri Swedia Stefan Lovfen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar