Johnson & Johnson menghentikan uji klinis kandidat vaksin COVID-19 setelah salah seorang relawan vaksin mengalami 'unexplained illness'. Kondisi kesehatan relawan tersebut tengah dipantau dan dievaluasi oleh Data Safety Monitoring Board (DSMB).
Soal kondisi relawan, JNJ tidak memberikan penjelasan lebih rinci karena terkait privasi yang bersangkutan. Tidak diketahui juga apakah relawan tersebut menerima vaksin atau plasebo.
Sementara itu, kandidat vaksin lainnya buatan Sinovac bekerja sama dengan Bio Farma juga tengah menjalani uji klinis di Bandung, Jawa Barat. Adakah kemungkinan dihentikan karena hal serupa?
"Kita lihat dari pengalaman. Waktu itu Astrazeneca meng-hold, tapi itu kan di review. Setelah dilihat itu kan diteruskan kembali, jadi nggak langsung dihentikan," jelas Prof Herawati Sudoyo, ilmuwan biologi molekular yang juga wakil kepala Lembaga Eijkman, dalam diskusi LaporCOVID-19, Selasa (13/10/2020).
Menurut Prof Hera, uji klinis vaksin memang akan dihentikan jika memberikan dampak membahayakan. Penilaian tentang dampak tersebut akan dilakukan dan ditangani oleh lembaga yang membuatnya.
Sementara itu, Ketua Tim Uji Riset Vaksin COVID-19 Universitas Padjadjaran Prof Dr dr Kusnandi Rusmil, SpA(K), MM, juga menambahkan dalam uji vaksin, ada tiga tujuan utama yang harus dicapai. Prof Kusnandi saat ini juga tengah memimpin uji klinis vaksin Sinovac di Bandung.
"Yang pertama itu adalah keamanan vaksin, kedua adalah imunogenisitas, dan yang ketiga adalah efikasi. Itu yang utama," ujarnya.
https://kamumovie28.com/the-whispers/
Peneliti Vaksin COVID-19 RI Tak Cemaskan Tren Anti-Vaksin, Ini Alasannya
- Sampai hari ini, ilmuwan dan pakar di dunia termasuk di Indonesia masih terus mencari vaksin untuk mengatasi virus Corona. Ini juga menjadi harapan banyak orang untuk mengatasi pandemi yang muncul sejak akhir 2019 ini.
Namun, soal vaksin ini juga menimbulkan perpecahan kalangan, baik yang percaya atau bahkan menjadi golongan anti vaksin.
Ketua tim uji riset vaksin COVID-19 Universitas Padjadjaran Prof Dr Kusnandi Rusmil, dr., SpA(K), MM, mengatakan tidak khawatir melihat tren anti vaksin atau golongan yang tidak percaya vaksin. Menurutnya, golongan anti vaksin itu akan hilang dengan sendirinya.
"Tanggapan yang ada di masyarakat itu (anti vaksin) saya pikir dengan berjalannya waktu nanti lama-lama akan baik," kata Prof Kusnandi dalam pemaparannya yang disiarkan di YouTube LaporCOVID-19, Selasa (13/10/2020).
"Karena sekarang ini penyakitnya itu ada, penyakitnya masih baru, virusnya baru kita kenal 10 bulan ini, yang sakit itu banyak sudah di seluruh dunia, yang meninggal juga sudah banyak. Mau tidak mau masyarakat nanti akan mengharapkan vaksin," jelasnya.
Prof Kusnandi mengatakan, para anti vaksin hanya masih terbayang-bayang kontroversi yang sempat muncul terkait kehadiran vaksin ini. Salah satu contohnya adalah isu masalah terkait vaksin untuk virus Corona ini halal atau haram.
Bercinta atau Makan Malam, Lebih Sehat Mana Duluan?
Setiap pasutri memiliki pilihan waktu tersendiri untuk bercinta. Bagi yang memilih bercinta di malam hari, sebaiknya dilakukan sebelum atau sesudah makan malam?
Umumnya, banyak pasangan menghindari bercinta setelah makan malam. Salah satu alasannya adalah ketika sudah terlalu kenyang kamu akan malas bergerak dan mengantuk.
Dikutip dari Times of India, energi di dalam tubuh akan banyak tersita untuk mencerna makanan. Sedangkan untuk bercinta, seseorang juga butuh banyak energi.
Khusus bagi pria, energi dan darah juga menjadi hal penting untuk meningkatkan performa saat bercinta. Ketika bercinta, darah dan energi yang dibutuhkan untuk ereksi 'dikirim' ke perut untuk mencerna makanan. Pada kondisi ini ereksi akan terganggu dan performa seksual akan turun.
Hal yang sama juga dialami wanita. Perut yang kenyang akan mengacaukan dorongan seksual pada wanita sehingga mereka malas bergerak dan membuat aktivitas seksual kurang bergairah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar